PHK

Hubungan antara karyawan dan perusahaan seharusnya berkonsep mutualisme, di mana timbal balik di antara keduanya haruslah saling menguntungkan. Namun, apa yang terjadi jika hubungan antara keduanya tidak lagi menguntungkan? Pemutusan hubungan kerja menjadi solusi akhir.

Pemutusan hubungan kerja atau yang sering dikenal sebagai PHK merujuk kepada keputusan salah satu pihak yang berakibat kepada seorang karyawan tidak lagi bekerja kepada perusahaan sebelumnya. Keputusan ini dapat diambil baik oleh perusahaan (layoff) atau pekerja itu sendiri (resign). Opsi ini merupakan keputusan yang besar hingga pemerintah pun memiliki peraturan khusus yang dapat melindungi hak serta kewajiban kedua pihak bila hal ini terjadi.

Diakibatkan pagebluk di tahun 2020 ini, PHK besar-besaran banyak dilakukan oleh pihak perusahaan sebagai upaya untuk menyelamatkan bisnisnya. Opsi ini merupakan jalan yang dipilih guna menurunkan pengeluaran perusahaan karena banyak perusahaan yang terus mengalami kerugian akibat adanya pandemik dan karantina wilayah. Beberapa perusahaan juga ada yang memilih opsi “merumahkan” karyawannya namun dengan catatan karyawan tidak akan menerima upah (unpaid leave).

Yang perlu kamu tahu adalah pemutusan hubungan kerja memiliki arti yang berbeda dengan sekadar merumahkan karyawan. Pemutusan hubungan kerja berarti pekerja sudah tidak lagi bekerja, menerima gaji, dan menjadi karyawan di perusahaan tersebut, sementara dirumahkan berarti perusahaan memutuskan karyawan untuk tidak bekerja dan tidak akan dibayar, namun masih tercatat sebagai karyawan di perusahaan tersebut.

PHK dengan alasan efisiensi merupakan opsi terakhir setelah perusahaan menempuh kebijakan mengurangi atau memotong upah, mengurangi fasilitas, menerapkan sistem kerja shift, kerja lembur, mengurangi jam kerja dan hari kerja, hingga meliburkan atau merumahkan pekerjanya.

Peraturan mengenai dirumahkan sebenarnya tidak diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Namun, ada beberapa produk hukum yang mengenal istilah “dirumahkan” seperti, misalnya dalam butir (f) Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja Kepada Pimpinan Perusahaan di Seluruh Indonesia No. SE-907/MEN/PHI-PPHI/X/2004 tentang Pencegahan Pemutusan Hubungan Kerja Massal (“SE Menaker 907/2004”) yang menggolongkan “meliburkan atau merumahkan pekerja/buruh secara bergilir untuk sementara waktu” sebagai salah satu upaya yang dapat dilakukan sebelum melakukan pemutusan hubungan kerja.

Status pekerja karyawan juga menjadi penting saat menentukan benefit yang akan didapat setelah ia mengalami PHK. Karena upah karyawan dengan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT/kontrak) akan berbeda dengan karyawan dengan Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT/tetap).

Tim berkarir.id akan memaparkan lebih dalam mengenai seluk beluk pemutusan hubungan kerja, mulai dari penyebab seseorang mengalami PHK, peraturan undang-undang, hingga hak pekerja saat terjadi PHK.

Jenis-Jenis PHK Berdasarkan Alasannya

pemutusan hubungan kerja
Pemutusan hubungan kerja dapat dilatarbelakangi oleh berbagai macam hal dan semuanya telah dilindungi oleh UU Ketenagakerjaan

Pemutusan hubungan kerja biasa dilakukan di dunia kerja saat terjadi konflik di antara perusahaan dan pekerja. Namun, terdapat alasan lain yang dapat berakibat kepada pemutusan hubungan kerja seseorang.

Seperti diatur di dalam UU No.13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, banyak alasan yang dapat membuat salah satu pihak melakukan PHK, di antaranya:

1. PHK Karena Efisiensi Perusahaan

Seperti diatur di dalam UU Ketenagakerjaan pasal 164 ayat 3, perusahaan dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh karena ingin melakukan perampingan atau efisiensi struktur karyawan.

Pandemi COVID-19 yang terjadi di tahun 2020 juga dibolehkan untuk dijadikan alasan bagi perusahaan untuk dapat melakukan PHK dengan alasan efisiensi. Hal ini dilakukan guna menyelamatkan bisnisnya yang dapat terancam bangkrut.

UU Ketenagakerjaan telah mengatur bahwa  pekerja/buruh berhak atas uang pesangon yang dibayarkan dua kali sesuai dengan masa kerjanya, uang penghargaan masa kerja yang dibayarkan satu kali sesuai dengan masa kerjanya dan uang penggantian hak sesuai dengan masa kerjanya.

2. PHK Karena Kondisi Darurat (Force Majeure)

Pemutusan hubungan kerja karena kondisi darurat ini telah diatur dalam UU Ketenagakerjaan pasal 164 ayat 1, di mana dikatakan bahwa pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh jika perusahaan mengalami kerugian secara terus menerus selama 2 tahun yang dibuktikan dengan laporan keuangan selama 2 tahun yang telah diaudit oleh akuntan publik, atau karena keadaan memaksa (force majeure).

Pandemi COVID-19 yang tergolong situasi darurat ini telah berdampak buruk bagi berbagai industri hingga menimbulkan kerugian besar dan memaksa banyak perusahaan hingga harus gulung tikar yang berakibat kepada karyawan yang harus terkena PHK (layoff).

Pekerja yang terkena PHK tersebut berhak atas uang pesangon yang dibayarkan satu kali sesuai dengan masa kerjanya, uang penghargaan masa kerja yang dibayarkan satu kali sesuai dengan masa kerjanya dan juga uang penggantian hak.

3. Pemberhentian Atas Kemauan Diri Sendiri (Voluntary Resignation)

Seperti dijelaskan sebelumnya, bukan hanya perusahaan yang dapat memutuskan hubungan kerja, namun karyawan itu sendiri pun dapat melakukannya. Terdapat berbagai alasan yang dapat melatarbelakangi hal ini, seperti telah mendapatkan tawaran pekerjaan di tempat lain, tidak betah dengan kondisi perusahaan, merasa tidak berkembang, dan lain-lain.

Pasal 162 ayat 1 dalam Undang-undang Ketenagakerjaan telah menjelaskan bahwa karyawan yang mengundurkan diri secara tertulis dan atas kemauannya sendiri maka ia tidak akan mendapatkan pesangon. Namun, menurut pasal 162 ayat 2 di undang-undang yang sama, karyawan yang mengundurkan diri akan tetap mendapatkan uang penggantian hak (UPH) dan uang pisah.

Apakah yang dimaksud dengan uang pisah dalam pengunduran diri ini?

Uang pisah memiliki arti yang hampir sama dengan pesangon namun, biasanya nominalnya lebih kecil. Tetapi jika karyawan memiliki prestasi yang baik selama bekerja, perusahaan biasanya akan memberikan kelebihan pada uang pisahnya ini.

Sedangkan uang penggantian hak merupakan uang yang menjadi hak pekerja (ongkos transportasi, jatah cuti, biaya kesehatan, dan uang penghargaan masa kerja bagi yang memenuhi syarat) yang mengalami pemutusan hubungan kerja baik yang di PHK oleh perusahaan maupun yang mengundurkan diri.

Terdapat persyaratan yang harus dipenuhi jika seorang karyawan ingin mengundurkan diri, yaitu: 

  • Mengajukan permohonan pengunduran diri secara tertulis selambat-lambatnya 30 hari sebelum tanggal mulai pengunduran diri;
  • Tidak terikat dalam ikatan dinas; dan
  • Tetap melaksanakan kewajibannya sampai tanggal mulai pengunduran diri.

4. PHK Karena Perilaku dan Kinerja Buruk

Beberapa alasan lain yang dapat membuat seseorang di-PHK oleh perusahaan adalah karena karyawan tersebut memiliki perilaku dan kinerja buruk. UU Ketenagakerjaan sendiri mengatur bahwa perusahaan dapat melakukan PHK tanpa memberikan uang pesangon kepada mereka yang dikeluarkan karena perilaku buruk, seperti:

  1. Melakukan penipuan, pencurian, dan penggelapan barang dan/atau uang milik perusahaan;
  2. Memberikan keterangan palsu atau yang dipalsukan sehingga merugikan perusahaan;
  3. Mabuk, meminum minuman keras yang memabukkan, memakai dan/atau mengedarkan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya di lingkungan kerja;
  4. Melakukan perbuatan asusila atau perjudian di lingkungan kerja;
  5. Menyerang, menganiaya, mengancam, atau mengintimidasi teman sekerja atau pengusaha di lingkungan kerja;
  6. Membujuk teman sekerja atau pengusaha untuk melakukan perbuatan yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan;
  7. Dengan ceroboh atau sengaja merusak atau membiarkan dalam keadaan bahaya barang milik perusahaan yang menimbulkan kerugian bagi perusahaan;
  8. Dengan ceroboh atau sengaja membiarkan teman sekerja atau pengusaha dalam keadaan bahaya di tempat kerja;
  9. Membongkar atau membocorkan rahasia perusahaan yang seharusnya dirahasiakan kecuali untuk kepentingan negara; atau
  10. Melakukan perbuatan lainnya di lingkungan perusahaan yang diancam pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih.

Kesalahan berat tersebut harus didukung dengan bukti sebagai berikut :

  • Pekerja/buruh tertangkap tangan;
  • Ada pengakuan dari pekerja/buruh yang bersangkutan; atau
  • Bukti lain berupa laporan kejadian yang dibuat oleh pihak yang berwenang di perusahaan yang bersangkutan dan didukung oleh sekurang-kurangnya 2 (dua) orang saksi.

Namun, pada UU Ketenagakerjaan pasal 158 ayat 3 mengatur bahwa mereka yang di-PHK karena alasan di atas tetap berhak mendapatkan uang penggantian yang perhitungannya mengacu kepada Pasal 156 ayat 4.

Perilaku buruk lain seperti kurangnya kehadiran, inkompeten terhadap pekerjaannya, serta masalah etika lain seperti berbohong juga dapat menyebabkan seorang karyawan di-PHK oleh perusahaan. Jadi pastikan kamu selalu berperilaku baik selama bekerja, ya!

Biasanya perusahaan akan mengeluarkan beberapa surat peringatan (SP) sebagai upaya utama saat seseorang berperilaku buruk. Opsi PHK dilakukan perusahaan saat karyawan yang bersangkutan masih mengulangi kesalahannya.

Pada peraturan UU Ketenagakerjaan pasal 159, karyawan yang tidak menerima keputusan PHK dari perusahaan karena alasan-alasan di atas juga masih diperbolehkan untuk mengajukan gugatan kepada lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial.

Kewajiban Perusahaan dan Pekerja Setelah PHK

PHK
Karyawan berhak mendapatkan kompensasi dari perusahaan atas prestasi, dedikasi dan pekerjaannya pada saat ia mendapatkan PHK

Dengan berakhirnya masa kerja seorang karyawan, perusahaan bertanggung jawab untuk membayarkan kompensasi kepada pekerja dalam bentuk uang pesangon, uang penggantian hak (UPH), atau uang penghargaan masa kerja (UPMK).

Hal ini diatur dalam UU Ketenagakerjaan pasal 156 ayat 1 yang mengatakan bahwa perusahaan berkewajiban untuk memberikan kompensasi kepada karyawan yang telah di-PHK. Namun, perusahaan juga dianjurkan untuk memberikan uang pisah (UP), sebagai penghargaan atas jasa karyawan tersebut walaupun sebenarnya perihal uang pisah tidak disebutkan di dalam UU Ketenagakerjaan.

Mengenai perhitungan besaran uang pesangon, hal itu tergantung dari masa kerja karyawan sebagaimana diatur dalam UU Ketenagakerjaan pasal 156 ayat 2 berikut:

Besaran Uang PesangonTotal Masa Kerja
Sebanyak 1 bulan gajiMasa kerja kurang dari 1 tahun
Sebanyak 2 bulan gajiMasa kerja 1 tahun namun kurang dari 2 tahun
Sebanyak 3 bulan gajiMasa kerja 2 tahun namun kurang dari 3 tahun
Sebanyak 4 bulan gajiMasa kerja 3 tahun namun kurang dari 4 tahun
Sebanyak 5 bulan gajiMasa kerja 4 tahun namun kurang dari 5 tahun
Sebanyak 6 bulan gajiMasa kerja 5 tahun namun kurang dari 6 tahun

Dan begitu seterusnya.

Sedangkan untuk perhitungan uang penghargaan masa kerja (UPMK), ditetapkan sebagai berikut :

Besaran UPMKTotal Masa Kerja
Sebanyak 2 bulan gajiMasa kerja 3 tahun atau lebih namun kurang dari 6 tahun
Sebanyak 3 bulan gajiMasa kerja 6 tahun atau lebih namun kurang dari 9 tahun
Sebanyak 4 bulan gajiMasa kerja 9 tahun atau lebih namun kurang dari 12 tahun
Sebanyak 5 bulan gajiMasa kerja 12 tahun atau lebih namun kurang dari 15 tahun
Sebanyak 6 bulan gajiMasa kerja 15 tahun atau lebih namun kurang dari 18 tahun
Sebanyak 7 bulan gajiMasa kerja 18 tahun atau lebih namun kurang dari 21 tahun

Dan begitu seterusnya.

Apakah sekarang kamu menjadi lebih paham mengenai seluk-beluk pemutusan hubungan kerja? Tinggalkan pesan dan pertanyaanmu di kolom komentar serta jangan lupa untuk membagikan tulisan ini ke teman-temanmu, ya!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *