Titah A.W.

Titah AW: Freelance Writer, Menulis Untuk Hidup dan Hidup Dari Menulis

Bekerja sebagai penulis lepas atau freelance writer memiliki banyak tantangan dan keseruan yang berdampingan. Tantangan atas segala ketidakpastian pekerja lepas sekaligus keseruannya akan kebebasan menulis kapan dan di mana saja menjadi dua sisi mata koin yang melekat. Kurang lebih begitu bagi sebagian orang yang melihat sisi pekerjaan ini.

Freelance writer cukup digandrungi banyak anak muda yang ingin menunjukkan kemampuannya dalam menulis apa yang mereka suka tanpa terikat oleh aturan formalitas media. Setiap orang tentu memiliki alasan tersendiri untuk memulai karir di dunia ini. Tim berkarir.id ingin tahu lebih jauh perihal bagaimana lika-liku seorang freelance writer memulai, membangun, dan mempertahankan karirnya di dunia penulisan. Bagaimana para penulis lepas memiliki cara untuk bertahan hidup dan menjaga konsistensinya dalam pekerjaan tanpa terikat oleh waktu.

Setelah melakukan pencarian narasumber, akhirnya tim berkarir.id menemukan seorang eksper di bidang ini dan membuat janji wawancara di salah satu coffee shop di Yogyakarta.

Adalah Titah Asmaning Winandar, atau dikenal dengan nama pena Titah AW. Perempuan muda yang berdomisili di Yogyakarta ini aktif menjadi penulis lepas untuk beberapa media di Indonesia. Selama karirnya di Yogyakarta, lulusan Ilmu Komunikasi UGM ini aktif menjadi kontributor di VICE Indonesia.

Beberapa tulisannya juga dimuat di Warn!ngMagz, EYD Magz, Majalah Cobra, beberapa zine di berbagai kota dan tulisan untuk kuratorial pameran seni. Tidak hanya menulis, Titah AW juga kerap menjadi tutor di workshop kelas penulisan jurnalisme sastrawi atau jurnalisme kisah. Pengalaman ini pun menempatkan namanya dalam lingkaran penulis muda Jogja yang aktif.

Hari yang ditunggu pun tiba, Titah AW datang sesuai janji. Ia datang dengan setelan baju serba hitam, menunjukkan karakternya yang khas. Cuaca yang cerah seperti mendukung proses wawancara ini. Pada pukul 11.00 WIB pun obrolan kami dimulai.

Berkarir.id: Bisa diceritakan bagaimana awal mulanya bisa menjadi kontributor VICE seperti sekarang?

Titah AW: VICE masuk Indonesia tahun 2015 atau 2016 akhir. Aku awalnya tidak berpikiran akan masuk ke VICE, Tapi ketika VICE masuk Indonesia, aku sudah di Warn!ngMagz. Ketika VICE masuk Indonesia aku sudah biasa nulis di Warn!ng, nulis musik, pop culture anak muda. 

Salah satu editornya VICE adalah Ananda Badudu. Sebelumnya aku sudah pernah kenal, karena pernah interview dia sewaktu di Warn!ng pas masih di Banda Neira (grup musik). Kami jadi kenal dan sering ngobrol.

Sewaktu itu dia jadi wartawan Tempo, kemudian dia pindah ke VICE. Aku ditelepon dan diminta menjadi kontributor untuk Jogja dan Jawa Tengah, aku terima.

Aku mencoba pitching ide dan ternyata masuk di seleranya mereka (VICE). Itu jalur yang sebenarnya tidak umum untuk menjadi kontributor di media mana pun, apalagi VICE. Jalur umumnya, biasanya media terbuka bagi kontributor untuk pitching. Cuma mungkin saat itu aku beruntungnya sudah memulai sejak dulu, sebelum di VICE pun aku sudah menulis di mana-mana. Sudah intens menulis, start-nya itu duluan. Ketika VICE masuk, mereka sudah melihat aku. Itu yang membedakan aku dengan jalur-jalur lain.

Berkarir.id: Semisal ditarik lebih jauh ke belakang awal mula menulis serius menjadi jurnalis atau jadi penulis dari kapan, sih?

Titah AW: Sebenarnya aku sempat mengingat-ingat kenapa aku bisa pengen bergelut di penulisan dan jurnalistik. Kalau ditarik banget akarnya, aku ingat bahwa dulu waktu SD aku punya kebiasaan, bapakku dulu punya langganan koran setiap pagi. Aku punya kebiasaan setiap pagi sambil sarapan punya tugas untuk menyiapkan koran yang akan dibaca bapak sebelum dia berangkat ke kantor.

Diproses itu secara tidak sadar aku ternyata membaca. Itu titik awal aku kenalan sama jurnalistik. Aku semakin yakin apa yang kita alami semasa kita gede ada hubungannya dengan masa kecil. Kupikir itu titik awal aku tertarik di jurnalisme.

Titah A.W.
Titah AW, menemukan jalan hidup sebagai penulis sejak di bangku sekolah.

Berkarir.id: Berkenalan dengan dunia jurnalistik secara umum dan tingkat lanjutan selama di kampus seperti apa? Dan bagaimana awal bergabung dengan Warn!ng Magz?

Titah AW: Bayanganku dulu waktu masuk komunikasi ya habis lulus, melamar di koran, nyatanya setelah kuliah aku tahu kerja di koran harian itu berat banget dengan gaji yang tidak seberapa juga. Opo meneh (apa lagi) TV, aduh soro (susah) banget, aku mulai mencari alternatif kerja jurnalistik lain yang mungkin lebih cocok  menurutku. Terus kemudian aku kenal Warn!ng tahun 2013 awal yang berarti semester 2 kuliah.

Tahun 2013 nulis musik, terus Tomi Wibisono dan Soni Triantor (founder Warn!ngMagz) membimbingku, menjerumuskanku pada isu-isu sosial politik, membuatku lebih aware. intinya Warn!ng lebih punya wadah untuk menyalurkan tulisanku yang nggak tersalur di tugas kuliah.

Kami berhasil memposisikan Warn!ng sebagai majalah media musik independen yang secara konten dilirik sama Rolling Stone. Kami menjalin relasi dengan mereka jadi sesuai kualitas bisa dibilang oke banget.

Berkarir.id: Kalau dilihat dari fokus tulisan, tadi dibilang ada isu sosial, politik, musik, dan budaya. Pernahkah menulis untuk tema-tema lainnya di luar itu?

Titah AW: Pernah, aku pernah jadi content creator. Aku pernah waktu kuliah kerja jadi SMO (Social Media Optimization), cuma bertahan beberapa bulan. Advertising gitu pernah, ghost writer, aku pernah nulis buku tidak dengan namaku, mungkin yang kayak itu. Lainnya ya aku cukup beruntung bisa menemukan pekerjaan yang aku juga sukai.

Berkarir.id: Menjadi seorang freelancer, apakah konsistensi dalam gaya penulisan itu penting untuk dilirik media?

Titah AW: Penting, malah penting banget karena itu masuk dalam bagian dari branding-mu juga. Aku baru menyadari hal itu satu atau dua tahun terakhir. Dulu waktu masih di Warn!ng aku masih aktif nulis musik, sosial, politik. Aku dulu masih dikenal sebagai Titah AW penulis musik. Kemudian aku merasa kayaknya enggak di sini juga.

Awal-awal aku di VICE tema tulisanku masih beragam. Kemudian aku tahu nama Febriana Firdaus, dia bikin thread di Instagram atau Twitter. Dia ngomong sebagai seorang freelance journalist harus punya gigs, gigs issue.

Setelah kulihat, banyak fenomena budaya yang hubungannya dengan kearifan lokal, aku menyebutnya sebagai isu realisme magis. Itu salah satu genre yang dipopulerkan oleh Gabriel García Márquez. Realisme magis ialah genre yang memposisikan hal-hal di luar realitas magis.

Dari tahun 2018, 2019, sampai tahun 2020 ini liputanku di VICE paling banyak soal kearifan lokal, realisme magis, fenomena budaya.

Berkarir.id: Modal awal yang harus dimiliki seorang penulis lepas, selain skill dan relasi tuh apa sih sebenarnya?

Titah AW: Satu, kamu harus siap menghadapi ketidakpastian. Kita tidak punya jam kerja, jam kerja kita yang nentuin, flow kerja kita yang nentuin, sementara pengeluaran bukan kita yang nentuin. Kamu harus siap menghadapi ketidakpastian jika kamu menjadi freelancer, apalagi sebagai penulis.

Kedua, kepekaan melihat sekitar. Karena ketika kamu freelance, kamu memiliki kebebasan untuk kemana-mana, tidak ada ikatan untuk harus ke kantor. Aku lebih bisa banyak nongkrong ketimbang orang kantoran, otomatis punya kesempatan lebih banyak melihat hal-hal yang mungkin dilewatkan oleh orang yang ngantor. Akan rugi ketika kamu freelance tapi isumu masih terbatas.

Kepekaan itu penting banget, kalau di jurnalistik melihat angle. Kemudian menjaga relasi, but not that fake, ya emang aku suka temenan jadi ya sudah, kayak temenan sama siapapun.

Berkarir.id: Pasti sering terjadi penolakan oleh VICE ketika pitching ide, ada siasat untuk tetap yakin dengan kemampuan diri ketika ditolak media?

Titah AW: Aku ketika belum suka sama tulisan yang aku garap tidak akan aku keluarin kemana-mana. Tulisan yang aku kirim ke editor itu pasti sudah melalui filterku sendiri. Aku pasti suka dengan tulisan itu. Aku sudah yakin it’s a good pieces that people should read.

Jadi ketika ditolak, aku akan tetap pede. Mungkin belum tempatnya saja. Masing-masing media kan punya pembacanya masing-masing. Jadi mungkin tempatnya bukan di VICE atau bisa di media lain.

Berkarir.id: Berarti memang harus bagus dulu baru dikirim ke editor?

Titah AW: At least itu bagus buatku, aku membacanya, aku suka.

Berkarir.id: Berapa lama proses peliputan untuk satu artikel? Mulai dari awal pitching sampai selesai?

Titah AW: Aku bukan gambaran freelance yang ideal kupikir. Waktuku untuk liputan VICE itu panjang dan aku fokus untuk VICE saja. Umumnya ketika aku liputan paling tidak dua mingguan sampai terbit.

Liputan itu paling tiga harian lalu mentranskrip wawancara. Aku masih melakukan metode itu, beberapa orang bilang itu tidak efektif, tapi aku selalu bisa menemukan hal-hal yang ternyata terlewat dari apa yang kamu dengar di rekaman.

Seminggu artikel sudah ready, terus biasanya ditinggal dulu sehari. Aku sehari keluar, main, terus balik meneh (lagi), aku self-editing dulu, karena sudah dikasih jarak.

Kamu mengedit tulisanmu sendiri tapi harus ada jarak,  jadi aku harus berhenti dulu sehari. Aku kirim ke editor, editor di VICE suka beda-beda, ada yang langsung naik, ada yang nunggu seminggu gitu juga pernah. seminggu prosesnya, proses di akunya.

Berkarir.id: Biasanya satu bulan itu bisa selesaikan berapa artikel?

Titah AW: Maksimal tiga kayaknya.

Berkarir.id: Melihat ekosistem penulis lepas untuk media-media di Indonesia itu bagaimana? Cukup sehatkah iklimnya?

Titah AW: Aku mulai melihat banyak media yang open contributor seperti VICE atau NatGeo yang masih menerima. Bahkan aku sempat di titik berpikir bahwa, ternyata semua media itu bisa kayak gitu ya.

Pengumuman untuk open contributor itu di mana-mana ada, mungkin memang tidak tersebar.  Infonya dipegang beberapa orang saja, tapi tetap ada. Dan sekali lagi untuk bisa ke situ kamu harus punya modal relasi tadi, itu penting. Kupikir untuk iklim soal ada atau tidaknya uang menulis sejauh ini aku pikir tetap ada, cuma memang aku tidak tahu kesempatannya sebanyak itu atau tidak.

Berkarir.id: Plus minus jadi penulis lepas apa sih?

Titah AW: Plusnya kamu bisa nentuin isu yang kamu suka, kamu bisa menentukan cara menulis yang bagaimana, kamu bisa menentukan sebanyak apa pekerjaanmu. Kamu punya ruang lebih kayak santai-santai melamun menemukan ide tulisan, sementara misalnya penulis kantoran punya target empat artikel sehari.

Dengan waktu seperti itu freelance journalist seharusnya lebih bisa memproduksi tulisan yang berkualitas, liputan yang berkualitas. Kalau kamu punya waktu banyak sebagai penulis lepas, harusnya kualitas tulisanmu bersaing dengan yang di kantor atau lebih baik bahkan. Karena kamu tidak terikat dalam satu kantor, jadi kamu bisa mengambil beberapa pekerjaan sekaligus.

Minusnya, ketika misalnya penulis yang ngantor bisa meninggalkan pekerjaan di kantor,  penulis lepas membawa pekerjaannya kemana-mana. Sambil tidur pun juga mikir pekerjaan. Minusnya lagi, kamu tidak punya jaminan apapun. Isu soal jaminan kerja sebagai freelance lagi dibahas di serikat sindikasi, itu membantu banget sebenarnya, karena sebelumnya tidak ada seperti itu.

Berkarir.id: Pengalaman menarik tentang liputan yang di mana lokasinya jauh atau cukup berbahaya?

Titah AW: Kontributor itu menanggung sendiri semua liputan, jadi misal aku ke Banyumas, aku ke Cirebon, aku bayar sendiri. Terus baru aku ajukan ke sana (VICE), baru tulisannya aku kirim. Tidak di-reimburse, tapi aku suka, itu kayak waktu aku berada di tengah-tengah selapangan orang-orang kesurupan, terus aku ke sana, maksudnya kayak, weh gila, iki opo yo (ini apa ya)?

Di titik itu aku menemukan, aku ingat kenapa aku mau kerja ini. Kayaknya, ini yang pengen aku lihat, ini yang pengen aku tulis. Jadi aku tidak apa-apa, gajiku dipotong untuk bayar hotel misalkan. I dont mind, koyok rasa ne jadi kayak (kayak rasanya jadi seperti) ini tu main aja walaupun itu kerja.

Berkarir.id: Ada masukkan untuk para penulis awam yang ingin menyeriusi hal ini, biar mereka tidak kehabisan ide?

Titah AW: Aku sering kehabisan ide sebenarnya. Sering kehabisan cara buat nyari angle, yang kulakukan adalah aku baca sastra, karena gaya penulisanku jurnalisme sastrawi. Ketika aku lagi susah nyari ide aku baca novel.

Referensi sih mungkin ya. Referensi sastra dan melatih kepekaan. Kamu bisa mengambil jarak dulu mungkin untuk kemudian melihatnya dengan cara yang lebih bebas, lebih santai gitu. Jangan terlalu kaku melihat sesuatu. Nongkrong banyak-banyak, ngobrol banyak-banyak. Karena itu hampir semua ide liputanku ditemukan pas aku ngobrol, bahkan nguping obrolan orang lain.

Berkarir.id: Pernah dapat ide liputan di luar dari biasanya?

Titah AW: Liputan tentang Bapakku sendiri yang paling personal itu. Itu idenya dan angle-nya, aku merasa tidak mencarinya. Jika aku tidak mengalami itu sendiri, mungkin aku tidak akan bisa menuliskan artikel itu dengan perspektif seperti itu. Aku pikir itu salah satu artikelku yang secara kepenulisan dan secara ide paling membekas, berkesan.

Karena aku melihat sendiri, ide yang muncul dari mengendapkan. Prosesnya kayak nulis novel. Jadi mengalami hal, selama kamu mengalami yang masih penuh perasaan kamu tidak bisa menuliskan apa-apa. Terus kemudian itu berlalu satu minggu, dua minggu, kemudian kamu mulai tenang dan kamu bisa melihat fenomena itu.

Mengaitkan hal personal ke konteks yang lebih luas dan dikemas dalam bentuk jurnalistik tapi sangat personal dan mungkin sastrawi. Kayaknya liputan itu salah satunya.

Berkarir.id: Biasanya dalam waktu senggang, dan minim job, kegiatannya ngapain?

Titah AW: Harusnya aku nulis buku. Karena aku pengen nulis fiksi sebenarnya. Inginnya cerpen sih, cuma tidak pede. Tapi masih berlatih, berlatih menulis fiksi kalau aku lagi kosong.

Sama baca, baca aja, baca terus. Prinsipku begini, kalau aku sedang tidak menulis aku membaca, kalau aku sedang membaca ya aku boleh tidak menulis. Karena, pokoknya dua hal itu lah. Seperti nafas. Aku tidak menulis tidak apa-apa asal aku membaca, kalau kamu tidak membaca ya kamu harus menulis, ngono kui (gitu aja) aturanku.

Berkarir.id: Emang seneng baca intinya ya?

Titah AW: Iya, coy.

Berkarir.id: Target jangka panjang dan jangka pendek apa? Ngerjain buku misalnya?

Titah AW: Bukuku akan terbit bulan depan! Karena aku punya isu di VICE, punya agenda pribadi di VICE, aku bisa mengumpulkannya jadi kumpulan tulisan reportase dengan gaya jurnalisme sastrawi.

Aku akan membuat buku kumpulan reportase panjang dengan tema lokalitas dan realisme magis Indonesia. Kumpulan tulisan di VICE sih, basically. Itu menurutku menarik karena sekali lagi tulisanku berusaha memotret fenomena budaya di luar eksotismenya, dan itu jarang dilakukan orang.

Jurnalisme tapi digunakan untuk meliput yang di luar batas logika. Itu terbit sebelum Oktober. Itu juga kulakukan waktu pandemi.

Berkarir.id: Judulnya apa? Sudah kebayang judulnya?

Titah AW: Parade Hantu Siang Bolong. Dapat endorse dari Andreas Harsono.

Berkarir.id: Itu target jangka pendek ya, target jangka panjang?

Titah AW: Dari dulu itu aku cuma bilang aku mau hidup dari menulis. Aku sudah sadar bahwa aku sudah tidak bisa terlalu idealis, dalam gaya penulisan dan apapun, jadi cukup idealismeku adalah, aku ingin hidup dari menulis, dengan cara apapun.

Berkarir.id: Tips untuk para pemula yang ingin berkarir sebagai penulis? Semacam wejangan lah.

Titah AW: Satu, kamu tidak mungkin jadi penulis kalau kamu bukan pembaca yang baik. Lebih khusus, perlakukan berita jadi cerita. Hanya dengan cara itu orang tidak akan cuma tahu, tapi akan mengerti. Bahkan, hal-hal yang paling absurd di dunia. Karena dunia itu penuh hal-hal semacam itu. Aku percaya kenapa banyak masalah, banyak konflik, banyak pertengkaran, ya karena kita simply tidak saling mengerti satu sama lain.

Menulislah dan jangan ambisius menginspirasi orang lain, menulis yang menyenangkan saja. Dan yang menurutmu pantas untuk dikabarkan untuk banyak orang.

Berkarir.id: Menjadi seorang freelance seperti sekarang itu memang dari hati atau memang karena tidak ingin terikat oleh apapun?

Titah AW: So far, aku masih bisa bilang aku dari hati, karena sebenarnya VICE pun sudah menawariku ke Jakarta. VICE menawariku dua kali, jadi staff tapi harus di Jakarta, dengan target tulisan dan lain-lain. Waktu itu aku mikir, aku masih suka cara hidupku di Jogja. Aku suka nongkrong, suka leyeh-leyeh (santai-santai) di Jogja yang itu ga mungkin ada di Jakarta.

Terus pekerjaan itu lewat. Aku bahkan rela melewatkan itu, demi aku tidak mau ke Jakarta.

Berkarir.id: Berarti tidak ambisius untuk kerja di Jakarta?

Titah AW: Tidak, tidak ada. Aku merasa makin ke sini makin tidak masuk akal hidup di Jakarta. Padahal ya memang Jakarta adalah pusat media. Ora lah (tidak lah).

Berkarir.id: Kalau untuk menulis di media luar? Bahasa Inggris?
Titah AW: Soal itu aku ambisius sekali, pengen tapi belum bisa. Aku merasa aku belum qualified. Aku sedang proses belajar, aku mulai baca-baca buku bahasa Inggris, novel-novel bahasa Inggris, baru tiga tahun terakhir aku mulai. Untuk ngomong bahasa Inggris aku pede. Tapi kalau nulis, grammar-ku masih kacau terus aku kayak belum yakin.

Titah A.W.
Titah AW tetap ingin hidup dari menulis.

Bagaimana sobat berkarir.id, sudah paham bagaimana plus minusnya menjadi seorang freelance writer? Kamu pun bisa juga menjadi seperti Titah AW dengan caramu sendiri. Kembangkan kemampuan dan teruslah belajar tanpa henti.

Jika kamu memiliki pertanyaan seputar kehidupan freelancer, kamu bisa tulis di kolom komentar dan jangan lupa bagikan artikel ini ke teman-temanmu, ya! Good luck!

amanda cole

Amanda Cole: Sukses dan Kaya di Usia Muda Berkat Sayurbox Miliknya

Siapa sangka ide menjual sayur dan buah segar dari para petani langsung ke konsumen melalui e-commerce bisa membawa namanya masuk daftar Forbes Under 30 kategori Industri, Manufacturing & Energy 2019. Ialah Amanda Susanti Cole, perempuan kelahiran Jakarta, 22 Juni 1990 ini berhasil membangun Sayurbox hingga memiliki 50.000 lebih pelanggan dan 1000 pengiriman sayur dan buah dalam sehari.

Proses lahirnya Sayurbox pada tahun 2016 di tangan Amanda tidak lepas dari ketekunan dan niat baiknya dalam memecahkan masalah rantai distribusi panjang hasil panen petani. Tidak jarang alur distribusi panjang membuat pendapatan para petani menjadi rendah atau panen terbuang sia-sia. Masalah ini terpikirkan oleh Amanda setelah Ia melihat secara langsung kondisi para petani di lahan milik keluarganya.

Bagaimana Amanda menjalankan secara totalitas startup ini setelah ia berhenti menjadi karyawan swasta di Jakarta? Dan seperti apa koordinasi dengan para mitra petani dan 80 karyawan Sayurbox yang membawa namanya menjadi sosok inspiratif muda di Indonesia? Simak cerita lengkapnya khusus untuk sobat berkarir.id di bawah ini.

Amanda Cole, Terobosan Yang Membuahkan Manfaat

Sayurbox hadir bukan tanpa disengaja. Semua berawal dari kegelisahan Amanda tentang isu petani yang tidak sedikit membuat hatinya miris. Dalam sebuah wawancara yang dimuat di patamar.com, Amanda Cole menceritakan bagaimana awal mula Sayubox tumbuh.

Setelah lulus dari Universitas Manchester di Inggris, Ia pulang ke Jakarta dan bekerja untuk perusahaan swasta dan membantu membuat co-working space. Setelah dua tahun bekerja, Ia menyadari bahwa Ia ingin membuat sesuatu yang berbeda, sesuatu yang membuatnya ingin berkembang.

Keluarga Amanda memiliki tanah yang berjarak 80 km (50 mil) dari Jakarta. Ia berkunjung ke sana dan di sana lah perjalanan barunya bermula. Ia bertemu dengan Misto, salah satu petani singkong yang menjual hasil panen singkongnya ke tengkulak (pembeli hasil panen untuk dijual lagi ke pasar). Meskipun tanaman singkong mudah ditanam, harga yang tawarnya rendah dan hanya dapat dipanen setiap enam bulan sekali, sehingga omsetnya pun kecil.

Amanda berbincang dengan Misto, mendengarkan, dan hingga akhirnya ikut mencari solusi yang lebih baik. Amanda mulai melakukan riset dengan menanyakan ke restoran dan konsumen tentang kebutuhan mereka akan produk sayur dan buah segar yang jarang mereka konsumsi.

Amanda pun mulai membayangkan apakah memungkinkan untuk distribusi hasil petani langsung ke konsumen tanpa perantara tengkulak, sehingga harga jual langsung dapat dirasakan para petani.

Kemudian Ia bekerja sama dengan Misto membuat greenhouse dan mengubah lahan itu menjadi lahan kangkung. Dalam tiga bulan, dengan sedikit ilmu dan praktik, Amanda dan Misto memanen kangkung pertama mereka dan langsung dijual ke restoran. Berjalan dengan baik, mereka sadar bahwa permintaan terhadap kangkung cukup banyak dan dibayar lebih tinggi dibandingkan dengan harga singkong yang ditanam di lahan yang sama sebelumnya.

Tidak berselang lama setelah itu, Amanda pun bertemu dengan Rama Notowidigdo yang kemudian menjadi co-founder dan penasihatnya. Waktu itu Rama adalah kepala produk di perusahaan logistik dan perjalanan GoJek. Mereka berdiskusi bersama dan saling berbagi ide untuk mencari solusi dalam membantu para petani.

Untungnya, Rama Notowidigo juga memiliki ketertarikan di bidang pertanian. Sehingga visi dan misi yang mereka miliki pun sejalan, tentang bagaimana cara membantu petani dalam mendistribusikan hasil panennya langsung ke para konsumen tanpa perantara tengkulak.

Kerja sama Amanda dan Rama terus berlanjut dan telah mengarah ke pengembangan yang lebih luas lagi, ditambah saat itu Misto telah menjadi community leader. Amanda pun menyadari bahwa Ia dapat membantu para petani lokal menanam tanaman sesuai permintaan di lahan mereka, sekalipun Amanda tidak memiliki hak atas lahan itu.

Proses awal Sayurbox muncul pertama kali di platform media sosial Instagram (yang kini memiliki sebanyak 403.000 followers). Ketika permintaan terus meningkat, Amanda beralih ke situs web, hingga pada akhirnya aplikasi sayurbox dengan slogan “Klik Panen Kirim” tersedia di Playstore dan App Store.

sayurbox
Tangkapan layar aplikasi Sayurbox di Playstore dan App Store

Dari Sayurbox hingga Forbes Under 30

sayurbox
Tangkapan layar instagram dan Website Sayurbox

Satu tahun pasca kelahirannya, pada tahun 2017 Sayurbox menggaet juara startup Seedstars Jakarta dengan mengajak kerja sama 300 perkebunan. Sayurbox menjadi sebuah platform online yang mengusung konsep bisnis farm-to-table. Startup ini menyediakan bahan segar dan produk sehat organik langsung dari petani dan produsen lokal Indonesia.

Penggunaan bahan makanan organik dan serba hijau telah menjadi gaya hidup sehat masyarakat urban. Hal ini berdampak pada meningkatnya permintaan pasar produk-produk organik. Dengan melihat kondisi pasar ini dan sekaligus ingin membantu masalah petani lokal, Amanda Susanti Cole melahirkan Sayurbox sebagai solusi cerdas.

Sistem pemesanan yang diusung Sayurbox adalah pre-order (PO) atau pemesanan di depan. Sistem PO dipilih untuk meminimalisir jumlah bahan segar yang terbuang.

Setelah konsumen memesan sayur dan buah yang diinginkan, Sayurbox akan melakukan penjumlahan pesanan konsumen dan menginformasikan kepada petani mitra jumlah bahan segar yang harus dipanen. Bahan segar yang baru dipanen kemudian dikirimkan ke hub Sayurbox dan segera dikirimkan ke konsumen sesuai pesanan.

Saat ini, Sayurbox telah melayani lebih dari 8000 konsumen di area Jakarta, Tangerang, Bekasi, dan Depok. Jumlah ini terus bertambah setiap bulannya dan sudah menawarkan 300 jenis sayuran dan buah-buahan. Dan telah memiliki 50 mitra petani yang tergabung di dalamnya.

Model bisnis farm-to-table Sayurbox ini membuat banyak mata investor tertuju. Beberapa sumber menyebutkan bahwa Sayurbox mendapatkan pendanaan dari Patamar Capital dan beberapa investor lainnya. Perolehan seed funding ini diperkirakan berkisar US$ 200- US$ 300 ribu atau sekitar 2,8 M- 4,1 M Rupiah (asumsi kurs dollar ke rupiah = Rp. 14.000).

Perkembangan Sayurbox pun berbanding lurus dengan prestasi yang diraih Amanda Cole. Pada tahun 2019 berkat terobosannya, Amanda berhasil masuk daftar Forbes Under 30 di kategori Industri, Manufacturing & Energy 2019. Forbes memberikan penghargaan ini karena melihat Sayurbox memberikan pengaruh signifikan bagi masyarakat, khususnya para petani lokal.

Modal Optimis Dan Konsisten

sayur dan buah
Ilustrasi petani memanen sayur dan buah. Amanda dan tim Sayurbox memiliki konsistensi dalam menjaga kualitas bahan organiknya.

Perempuan 30 tahun ini memang tak pernah terpikir pada akhirnya bisnis yang dijalankan memiliki nama dan sebesar seperti sekarang ini.

Bisnis yang bergerak di bidang pertanian dan perkebunan berbasis teknologi seperti Sayurbox tidak selamanya berjalan mulus. Tantangan dari sisi kualitas produk yang berasal dari hasil bumi sangat bergantung pada banyak faktor, salah satunya alam. Produk sayur dan buah sangat bergantung pada cuaca dan tidak menutup kemungkinan dapat mengalami gagal panen.

Dalam mempertahankan supply-chain yang sustainable dan berkelanjutan, Sayurbox melakukan pendekatan yang baik dengan petani lokal. Ia membangun kerjasama sebagai mitra dan Sayurbox bertanggung jawab memberikan edukasi kepada petani agar menghasilkan produk dengan kualitas yang unggul.

Namun membangun relasi yang baik tidaklah cukup. Amanda lantas memberikan literasi penggunaan teknologi informasi kepada petani lokal. Tujuannya agar para mitra dapat terbiasa dengan perkembangan teknologi dalam mengupayakan pendekatan sosial dengan konsumen.

Tentu Sayurbox juga melakukan proses pemilihan mitra atau petani lokal secara selektif. Pada awalnya Sayurbox langsung melihat secara langsung calon mitra dan menargetkan beberapa petani lokal yang cocok.

Sayurbox telah memiliki standar atau SOP dalam pemilihan mitranya seperti, pemanenan yang bebas pestisida, memiliki sertifikat organik, dan melihat bagaimana proses pendistribusian produk yang mereka biasa lakukan. Tidak sedikit pula beberapa calon mitra dan petani lokal mendatangi Sayurbox untuk menawarkan produk hasil bumi terbaik mereka.

Konsistensi dalam menjaga kualitas menjadi kunci bagi Amanda Cole dalam mempertahankan kepercayaan konsumen. Karena tidak jarang beberapa konsumen merasa kurang yakin dengan kualitas kematangan buah yang hanya terlihat dari gambar. Pentingnya menjaga kepercayaan ini perlu dikembangkan lagi bagi Sayurbox ke depannya.

Ide Sesegar Sayur dan Buahnya

buah
Ilustrasi buah lemon segar. Amanda memiliki keinginan untuk membantu distribusi bahan organik dari petani lokal langsung ke rumah konsumen tanpa ribet.

Sayurbox lahir karena keprihatinan Amanda atas besarnya disparitas harga sayur dan buah di tingkat petani sebagai produsen dengan konsumen. Banyak lapisan dan mata rantai distribusi yang harus dilalui para petani hingga ke konsumen yang menimbulkan masalah dalam penjualan produk pertanian.

Salah satu masalah yang dirasakan oleh cukup banyak petani pedesaan adalah, tingginya harga sayur dan buah di tingkat konsumen tidak bisa dinikmati oleh petani. Hal ini dikarenakan para tengkulak biasanya mendapat jatah margin yang lebih besar, ataupun di dalam mata rantai yang panjang akan menambah harga jual yang menguntungkan distributor.

Tak hanya mengambil untung, keterangan salah satu Co-Founder Sayurbox, Metha Trisnawati mengungkapkan, beberapa oknum tengkulak kerap menghambat informasi dan data bagi para petani untuk berkembang. Akibatnya, informasi tentang kebutuhan masyarakat urban tidak tersampaikan jelas kepada para petani. Padahal, informasi pasar akan sangat berguna bagi kesejahteraan petani.

Amanda menyebutkan bahwa tujuannya mendirikan Sayurbox adalah untuk menjadi leading dalam penyuplai produk segar dan organik di Indonesia dan sukses di Asia Tenggara. Amanda pun berkeinginan untuk membentuk pengalaman berbelanja baru bagi kostumer, di mana mereka dapat secara transparan mengetahui dari mana asal produk segar ini berasal.

Amanda Cole pun berkeinginan untuk fokus dalam pengembangan teknologi pertanian untuk membantu petani lebih efisien dibanding saat ini. Selain memang harapan Amanda untuk mengembangkan teknologi yang ramah lingkungan dalam membantu petani dan penyuplai, Ia percaya bahwa potensi Sayurbox memang tidak terbatas.

Jadi Solusi Memutus Mata Rantai Covid 19

Sayurbox menjadi salah satu solusi masyarakat untuk memutus mata rantai virus Covid-19 dengan berbelanja sayur lewat online. Amanda tidak menyangka bahwa perusahaan yang Ia dirikan pada tahun 2016 ini secara tidak langsung telah mendukung kebijakan pemerintah agar masyarakat tetap berada di rumah selama masa penyebaran pandemi COVID-19.

Sayurbox menjadi pilihan untuk menyediakan kebutuhan masyarakat secara online dengan slogan “klik, panen, dan kirim” tanpa repot keluar rumah dan tinggal #dirumahsaja. Kemudahan yang ditawarkan Sayurbox sejalan dengan anjuran pemerintah yang mengharuskan konsumen untuk tidak keluar rumah.

Meskipun demikian, Amanda dan tim tetap memahami bahwa Sayurbox juga menghadapi tantangan yang cukup besar dalam mempertahankan kepercayaan masyarakat dari segala segi, baik teknis maupun non teknis.

Sukses di Usia Muda Bisa Jadi Siapa Saja

sayur
Ilustrasi sayuran segar. Membantu menaikan taraf hidup petani dengan memotong rantai distribusi panjang hasil bumi, adalah dasar dari berdirinya Sayurbox oleh Amanda Cole.

Kepedulian, konsistensi, dan ketekunan. Tiga hal yang bisa dicatat dari seorang Amanda Susanti Cole dalam melahirkan Sayurbox. Tidak banyak anak muda yang mau berbisnis dengan dasar kepedulian antar sesama. Suatu perubahan tidak akan bisa terjadi tanpa adanya keinginan saling membantu.

Dari Amanda kita belajar bahwa sukses adalah tujuan akhir, tetapi proses untuk membantu kesulitan dan memberikan kemudahan bagi orang lain adalah sebuah landasan untuk tetap bergerak.

Bagaimana sobat berkarir.id, apakah sudah mulai tertantang di usia muda ini untuk bergerak lebih jauh lagi? Semoga cerita dari sosok inspiratif Amanda Susanti Cole ini dapat menjadi contoh bahwa sukses di usia muda tidak harus menjadi karyawan dan ide bisa muncul di mana saja. Yang terpenting adalah bagaimana kamu melakukannya dengan serius, tekun, dan konsisten.

Apakah ada pertanyaan tentang kisah inspiratif ini? Jika ada, tulis komentarmu di kolom komentar ya, dan jangan lupa bagikan ke teman-temanmu.

wanita karir

Yang Perlu Kamu Tahu Sebelum Menjadi Wanita Karir

Bagi wanita yang sudah menikah, tentunya paham bahwa kehidupan rumah tangga memiliki banyak tanggung jawab finansial, terlebih lagi jika sudah memiliki buah hati. Apalagi dengan semakin bertambahnya biaya pendidikan, mau tidak mau para pasangan rumah tangga harus putar otak mencari solusi untuk dapat mencukupi kebutuhan tersebut.

Hal ini tidak akan menjadi masalah jika pemasukan bulanan stabil dan kebutuhan selalu tercukupi. Namun pada kenyataannya, tidak banyak keluarga yang seberuntung itu. Banyak strategi dan cara yang dapat dilakukan demi menambah penghasilan rumah tangga, salah satunya adalah dengan bekerja sama dalam mencari pemasukan tambahan.

Bagi sebagian orang yang masih memiliki pandangan patriarki, menganggap hakikat perempuan adalah sebatas bekerja di lingkup domestik. Namun, seiring berkembangnya waktu semakin maraknya gerakan perjuangan hak-hak perempuan yang mengubah persepsi orang-orang mengenai peran perempuan dalam lingkup pekerjaan.

Stigma sebagian besar suami terhadap istrinya yang bekerja adalah takut akan ketidakseimbangan dalam membagi waktu antara keluarga dan karir. Padahal, terdapat metode bagi suami-istri untuk menjalani kedua hal tersebut secara beriringan.

Cara Membagi Waktu Antara Kerja Dan Mengurus Rumah Tangga

ibu dan anak
Perempuan yang memilih untuk bekerja dan mengurus rumah tangga harus menguasai skill manajemen waktu dan multitasking

Bagi wanita yang sudah menikah dan mempunyai anak, skala prioritas tentunya harus ditetapkan ketika memilih untuk bekerja. Menggunakan jasa baby sitter atau penitipan anak mungkin dapat menjadi salah satu opsi bagi sebagian orang. Namun, bagi mereka yang tetap memilih untuk mengasuh anaknya sendiri, skill manajemen waktu dan multitasking haruslah diterapkan. Selain itu, energi dan kesabaran ekstra juga harus disiapkan.

Agar semua tanggung jawab dapat dikerjakan, penting untuk menentukan kapan harus bekerja dan beristirahat. Jangan paksa tubuh kamu untuk bekerja secara berlebihan setiap harinya. Karena tubuh memiliki limit-nya tersendiri.

Pilihan Profesi Yang Fleksibel Bagi Perempuan

wanita karir
Sesuaikan pilihan pekerjaan dengan kondisi rumah tangga kamu

Semua pekerjaan pada hakikatnya dapat dikerjakan oleh semua orang, terlepas dari gender apapun. Hal yang membedakannya hanyalah skill, kemampuan fisik, mental, dan pengalaman seseorang.

Tidak dapat dipungkiri, beberapa perusahaan tanpa disadari masih mempertahankan kebijakan diskriminatif terhadap perempuan. Seperti melakukan pembatasan pada beberapa bidang pekerjaan dan menerapkan persyaratan jenis kelamin tertentu bagi pelamarnya.

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Indonesia hingga harus menerapkan kebijakan yang mengharuskan kuota anggota DPR sebanyak 30% diisi oleh wanita. Harapannya, hal ini dapat mendorong promosi terhadap keterwakilan perempuan dan dapat menjadi contoh di sektor lain dalam merekrut karyawan.

Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional juga menjadi salah satu cara pemerintah Indonesia untuk meningkatkan keterwakilan perempuan di dalam proses pembangunan nasional. Hal ini patut untuk diapresiasi.

Dalam memilih jenis pekerjaan, banyak hal yang menjadi pertimbangan khusus bagi perempuan yang telah berumah tangga dan memiliki anak. Untuk itu, pastikan jenis pekerjaan yang kamu pilih sesuai dengan prioritas dan kebutuhanmu.

Kamu juga dapat mendiskusikan pilihan karirmu terlebih dahulu bersama pasangan. Bicarakan apa yang menjadi prioritas yang ingin dicapai untuk kalian berdua saat ini, apakah itu sekadar tambahan finansial, mengikuti passion atau meniti karir.

Tim berkarir.id telah menyiapkan beberapa opsi pekerjaan yang fleksibel dapat menjadi salah satu strategi bagi kamu yang tetap ingin bekerja sambil mengurus anak. Di antaranya adalah:

1. Bisnis Online Shop

Membuka bisnis online shop merupakan pekerjaan yang sedang banyak digandrungi masyarakat dari berbagai kalangan, khususnya para ibu rumah tangga. Selain karena jam kerjanya yang fleksibel, bisnis online shop juga terbilang mudah untuk dipelajari bagi ibu-ibu rumah tangga yang sebelumnya tidak memiliki pengalaman atau pengetahuan di bidang bisnis.

Terdapat beberapa opsi pekerjaan dalam memulai bisnis online shop, kamu dapat memilih untuk membuat produk jualanmu sendiri, menjadi reseller atau menjadi dropshipper. Semua ini bisa kamu lakukan dengan modal yang lebih sedikit jika dibandingkan dengan membuka bisnis secara konvensional dan membuka physical store.

Agar bisnis ini berkembang, kamu pun membutuhkan gadget dan koneksi internet yang memadai. Sisanya tergantung kepada strategimu dalam memasarkan bisnis tersebut.

2. Freelancer

Menjadi seorang freelancer atau pekerja lepas juga dapat menjadi salah satu pilihan karir bagi wanita yang menginginkan pekerjaan dengan jam kerja yang fleksibel. Pekerjaan yang dapat kamu lakukan pun beragam, mulai dari menjadi penulis konten, video editor, desainer grafis, web developer hingga penerjemah bahasa.

Kebanyakan dari pekerjaan ini dilakukan oleh mereka yang sebelumnya telah memiliki skill atau pengalaman di bidang tersebut. Namun, tidak perlu khawatir bagi kamu yang tidak memilikinya. Di zaman sekarang ini kamu dapat dengan mudah mempelajari skill tertentu secara otodidak dan secara gratis.

Situ-situs belajar online seperti skillacademy, Udemy, Coursera, Futurelearn dan masih banyak lagi menyediakan course yang dapat kamu ikuti secara daring. Kamu juga dapat mengikuti sertifikasi profesi untuk meningkatkan nilai jual.

3. Tutor

Opsi jenis pekerjaan lainnya adalah menjadi seorang tutor atau guru les/bimbel bagi anak sekolah. Selain jam kerjanya yang fleksibel karena tidak memakan terlalu banyak waktu, pekerjaan ini juga dapat mengasah skill berkomunikasi kamu dengan anak-anak.

Keuntungannya adalah kamu jadi paham teknik pembelajaran apa yang cocok diterapkan kepada anak-anak. Cara ini dapat kamu tiru nantinya kepada buah hatimu sendiri.

4. Remote Work

Memiliki sedikit kemiripan dengan pekerja lepas, remote work adalah jenis pekerjaan yang dapat dilakukan di kantor atau di luar kantor. Biasanya, perusahaan masih akan meminta kamu untuk datang ke kantor selama beberapa hari dalam seminggu. Namun, setelahnya kamu memiliki kebebasan untuk memilih datang ke kantor atau mengerjakan pekerjaan di rumah/tempat lain.

Hambatan Yang (Masih) Harus Dihadapi Perempuan Pekerja

formulir pelaporan
Banyak resiko dan hambatan yang secara sistematis masih dihadapi oleh perempuan pekerja

Meskipun tidak dapat dipungkiri, hingga sekarang pun masih terdapat banyak hambatan yang harus dialami oleh wanita di tempat kerja. Mulai dari diskriminasi, kesenjangan gaji, hingga pelecehan seksual yang dilakukan baik oleh rekan kerja maupun atasannya. Hal ini tentu saja tidak lepas dari faktor relasi kuasa yang masih kentara di tempat kerja.

Penelitian yang dilakukan pada tahun 2017 terhadap buruh perempuan dalam sektor garmen di Kawasan Berikat Nusantara (KBN) Cakung, Jakarta Timur, menunjukan bahwa mereka pernah mengalami kasus pelecehan seksual namun hanya sedikit yang melapor.

Dari 773 buruh perempuan yang berpartisipasi dalam penelitian ini, 437 di antaranya pernah mengalami pelecehan seksual, dengan rincian 106 mengalami pelecehan verbal, 79 mengalami pelecehan fisik, dan 252 mengalami keduanya. Mirisnya, dari angka tersebut, hanya 26 orang yang berani melapor.

Relasi kuasa di tempat kerja membuat perempuan cenderung merahasiakan ketidakadilan yang ia rasakan karena merasa takut akan pelaku yang memiliki posisi pangkat lebih tinggi darinya.

Lalu apa usaha yang dilakukan untuk mengurangi atau menumpas ketidakadilan terhadap pekerja perempuan tersebut?

1. Perlindungan Hak Perempuan oleh Pemerintah

Banyak peraturan yang telah dibuat oleh pemerintah dalam usahanya melindungi hak pekerja perempuan. Namun tidak semua perusahaan dan industri mau benar-benar menuruti kebijakan tersebut. Karena kondisi perempuan yang masih rentan terhadap kekerasan di tempat kerja ini, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) telah membuat rumah perlindungan pekerja perempuan (RP3).

RP3 ini berfungsi menjadi tempat untuk menyampaikan pengaduan atas permasalahan yang dihadapi oleh perempuan sehingga pemerintah dapat memberikan perlindungan terhadap pekerja perempuan. Namun, RP3 masih terbatas karena baru dibangun di beberapa kawasan industri di Indonesia seperti Cakung, Karawang, Cilegon, Pasuruan, dan Bintan.

2. Libatkan Perempuan

Membuat lingkungan kerja inklusif merupakan hal yang esensial dalam usaha menghilangkan diskriminasi gender di tempat kerja. Dengan melibatkan perempuan di setiap aspek pekerjaan dan pembuatan keputusan, suara kelompok perempuan menjadi terwakilkan sehingga keputusan-keputusan yang diambil akan dapat lebih relatable dan menguntungkan untuk semua pihak.

3. Edukasi

Salah satu cara untuk meningkatkan kesadaran akan kesetaraan hak di tempat kerja adalah dengan mengedukasi dan memberikan sosialisasi kepada setiap karyawan. Baik pekerja perempuan ataupun laki-laki, penting bagi perusahaan untuk memastikan bahwa karyawan telah menyadari bahwa perempuan merupakan kelompok yang masih rentan terhadap ketidakadilan dan kekerasan di tempat kerja.

Harapannya adalah karyawan dapat memahami pentingnya untuk saling menjaga dan melindungi hak satu sama lain dan terhindar dari tindakan kekerasan seksual ataupun diskriminasi.

4. Pendampingan bagi Korban

Selain menciptakan ruang yang aman bagi pekerja perempuan agar mereka berani bersuara ketika terjadi ketidakadilan di tempat kerja, perusahaan juga dapat memberikan bantuan berupa pendampingan psikologis selama proses penanganan kasus tersebut.

Pada saat-saat seperti itulah pekerja perempuan membutuhkan dukungan moril dari berbagai pihak.

Keuntungan Menjadi Wanita Karir

profesi wanita karir
Menjadi wanita karir memiliki banyak keuntungan yang dapat mensejahterakan kehidupan berumah tangga

Menjadi wanita karir memang tidak mudah. Namun, terdapat banyak benefit yang bisa kamu peroleh dari sini, di antaranya:

1. Memiliki Penghasilan Sendiri

Keuntungan yang utama dengan menjadi wanita karir tentunya adalah memiliki penghasilan sendiri. Tidak dapat dipungkiri, ini juga menjadi alasan bagi sebagian perempuan yang sudah berumah tangga memilih untuk bekerja. Apalagi jika sudah memiliki anak, tentunya kebutuhan pun akan bertambah.

2. Merawat Skill dan Potensi Diri

Bagi para perempuan yang memutuskan untuk bekerja, cara ini dapat menjadi strategi untuk terus mengasah skill serta pengetahuan yang telah dipelajari selama bertahun-tahun di institusi pendidikan. Dengan bekerja, kamu jadi mampu untuk menerapkan skill dan pengetahuan tersebut secara nyata pada pekerjaanmu.

3. Termotivasi untuk Terus Mengembangkan Diri

Bersentuhan dengan dunia kerja dan orang-orang dengan latar belakang serta skill yang berbeda membuat wanita karir cenderung akan termotivasi untuk mengembangkan diri mereka melalui pelatihan skill dan pengetahuan. Tidak jarang hal ini membuat mereka menjadi terpacu untuk terus mengembangkan potensi diri.

Menjadi wanita karir memang tidaklah mudah, namun ada banyak pelajaran dan benefit lain yang kamu dapatkan dari pilihan ini. Tinggalkan pertanyaan serta pesanmu di kolom komentar dan jangan lupa untuk membagikan tulisan ini kepada teman-temanmu, ya!